NIKMATNYA SEDEQAH 1

NIKMATNYA SEDEQAH 2

NIKMAT NYA SEDEQAH 3

NIKMATNYA SEDEQAH 4

NIKMATNYA SEDEQAH 5

Yusuf Manshur

Biarkan Tulang Rusuk Berbagi

26 Aug 2009 ·

Karya:Teguh Hudaya
ke5
Aku terkejut. Baru saja kakiku menginjak teras Rumah bu Leha, aku terpana, menganga mendengar bu Leha menjerit-jerit pahit! Dordar dari dalam rumah begitu jelas menyerap daun telinga. Kudengar perang argumen antara dia dan suaminya. Kudengar pula suara bu Leha menyeracau seperti kesurupan, yang disinggahi isak tangisnya kian menekan, sementara suara benturan kaca dan lempar panci sudah berlalu tak terdengar lagi. Setahuku suami bu Leha adalah tenaga ahli di perusahaan besar kota Batam. Ia jarang pulang, sangat pantas kalau bu Leha sering jadi bahan pembicaraan kawan-kawanku di kostan kami.


“Percuma bapak memberi harta banyak sama Mamah kalau ternyata semua ini hanya belayan belaka! agar mamah tak menayakan kapan kepulangan bapak! Mamah tak nyangka kalau bapak selama ini sudah menikah lagi dengan seorang gadis di perusahaan!!”

Aku memekik. Allah! ada apa dengan sore ini?Aku menjerit dalam hati. Awan utara mendung. Berlarian ke arah barat. Kerongkongan terasa pahit tatkala mendengar ucapan bu Leha meluncur lepas. Tajam dan menusuk. Saatnya aku beranjak, rupanya kalimat pedas itu masih saja ikut terdengar. Kuharap perkara ini tak terjadi di keluargaku, umi dan ayah.

Rumah bu Leha angker. Lembaran keharmonisan seolah sirna tertelan persengketaan. Aku meninggalkannya tak jadi menemui Bu Leha. Aku kembali naek ke atas.

Aku mencatat serangkai memo lalu kumasukan ke dalam amplop bekas arsip perlombaan dulu. Amplop itu kubalikan lalu kurapihkan kembali mekai lem. Rapi seperti baru.

“Nanti malam surat ini kau berikan ya kepada bu Leha” Ucapku pada Karya yang sedang bermain catur dalam komputer. Kususul dengan kunci beserta gantungannya.

Bagian 3
Biarkan Tulang Rusuk Berbagi


Lima ribu rupiah receh kupisahkan untuk pengamen, lembaran lain telah kusimpan di dalam saku. Untuk karcis, makan, air dan koran.

Lama-lama hari sudah malam. Di UKI ini lama aku menunggu bus. Akhirnya kudapati juga trayek Jakarta-Bandung via ci Pularang. Seperempat jam kemudian aku pun bisa duduk dengan tenang setelah pedagang asong turun semua. Dengan Bismillah aku berdo’a. Moga diselamatkan dan dinyamankan selama di jalan.

Kulihat di balik kaca bus lampu-lampu begitu menyala dimana-mana. Getaran mesin menjadi tanda menggelindingnya roda bus menuju Tol. Gemuruh seisi bus mulai senyap tertelan desiran roda menggilas aspal. Kuperhatikan seperti embikan kambing lapar lalu diberi rumput segar yang baru saja diarit. Atau suara kebakaran lalu disembur setangki air, senyap, sepi tak ada gemingan, yang terdengar hanya suara keletrakan puing-puing kayu yang mematah berjatuhan menimpa tanah. Tak seperti tadi yang ramai pedagang asong.

Keletrakan puing kayu itu kini sudah menjelma menjadi suara cekikikan anak remaja hampir seusiaku. Keduanya tertawa penuh mesra saling menepuk pundak. Aku menatapinya sejenak lalu kembali berpaling ke arah depan. Di samping mereka terdapat pula pasangan orang tua, dengan haromonisnya keduanya memainkan putranya penuh ceria. Aku dari jauh menyenyuminya. Seperti itukah kemesraan ayahku dengan umi ketika aku baru hadir di pangkuannya? Gelisahku menyeruak lagi ketika lagi-lagi surat Arini merongrongiku.


Baca juga yang ini....



Widget by autolovers | Kodokpinter

0 comments:

KCB 2

Bukan Superstar

http://detikmasisir.blogspot.com/ Adalah wahana informasi mahsiswa yang berada di mesir , untuk saling sharing ide, gagasan dan menampilkan ajang kegiatan event masisir. untuk mengirim tulisan berupa artikel, cerpen , berita, silahkan kirim ke email : detikmasisir@yahoo.com dan untuk memasang iklan anda di blog kami silahkan kontak 0113448053.kunjungi kami tiap hari-karena kami selalu up date. thank you............. .................................................

Archives

Followers